Kamis, 22 Desember 2016



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Persediaan
2.1.1    Pengertian Persediaan
       Persediaan ditunjukan untuk barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka kata ini ditunjukan untuk barang dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi. Karakteristik dari barang yang diklasifikasikan sebagai persediaan sangat bervariasi terhadap jenis kegiatan usaha.
Menurut Kieso,et.al dalam bukunya “Intermediate Accounting”  definisi persediaan adalah:
“Inventory are asset items held for sale in the ordinary course of business or goods that will be used or consumed in the production of goods to be sold.”
(2002:394)
            Penjelasan kutipan di atas yaitu:
 “Persediaan mencakup barang yang ditunjukan untuk dijual dalam pelaksanaan normal usaha, serta bahan baku dan perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi untuk penjualan.”

Menurut Sutrisno dalam bukunya “Manajemen Keuangan. Teori Konsep dan Aplikasi menyatakan bahwa:

“Persediaan adalah sejumlah barang atau bahan yang dimiliki oleh perusahaan yang tujuannya untuk dijual atau diolah kembali”.
 (2003:93)
Dalam Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam SAK paragraf 03 persediaan dalam aktiva:
a)      Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;
b)     Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan;
c)      Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
(2004:14.1)
            Oleh karena itu maka persediaan adalah suatu asset yang penting yang harus selalu ada dalam perusahaan, karena persediaan merupakan salah satu bagian yang penting dalam menjalankan kegiatan usaha normal perusahaan.

2.1.2        Akuntansi Persediaan
            Menurut  Stice,et.al dalam bukunya “Intermediate Akuntansi” yang diterjemahkan oleh Safrida Rumondang dan Ahmad Maulana bahwa:
            “Tujuan pokok akuntansi terhadap persediaan adalah:
1.      Penentuan laba rugi periodik (income determination), yaitu melalui proses mempertemukan antara harga pokok barang yang dijual dengan hasil penjualan dalam periode akuntansi yang bersangkutan.
2.      Penentuan jumlah persediaan yang akan disajikan dalam neraca. Dalam hal ini di samping adanya penggolongan persediaan sesuai dengan jenisnya, juga sangat penting artinya masalah penilaian (inventory valuation) terhadap persediaan itu sendiri”.
(2004:687)

Konsep penting akuntansi persediaan adalah arus biaya. Jika seluruh persediaan diperoleh atau dibuat pada periode terjualnya, maka harga pokok penjualan akan sama dengan biaya pembelin atau pembuatan barang. Namun jika persediaan tersisa pada akhir periode akuntansi, penting untuk menentukan persediaan mana yang telah terjual dan biaya mana yang tersisa pada neraca.
Masalah penilaian persediaan ini dianggap penting, karena secara langsung akibat penilaian terhadap persediaan akan mempengaruhi kedua laporan keuangan baik laporan laba rugi maupun neraca. Besarnya laba rugi dalam suatu periode akuntansi ikut serta ditentukan oleh jumlah persediaan akhir yang akan disajikan dalam neraca pada akhir tahun buku yang bersangkutan, sedangkan jumlah persediaan akhir itu sendiri ditentukan oleh faktor kuantitas barang yang brsangkutan dan faktor harganya.

2.1.3        Penggolongan Persediaan
            Penggolongan persediaan tergantung pada karakteristik perusahaan itu,  sendiri yaitu apakah perusahaan dagang atau perusahaan industri.
Menurut Ikatan Akuntasi Indonesia (IAI) dalam SAK paragraf 04 menyatakan bahwa:
            “Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya barang dagangan yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakupi barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Bagi perusahaan jasa, persediaan meliputi biaya jasa seperti diuraikan dalam paragraf 15, di mana pendapatan yang bersangkutan belum diakui perusahaan (Lihat PSAK No. 23 tentang pendapatan).” 
(2004:14.2)
            Bagi perusahan dagang yang usahanya adalah membeli dan menjual kembali barang-barang, persediaanya meliputi semua barang yang dimiliki oleh perusahaan dan siap untuk dijual kepada pelanggan. Dengan kata lain, perusahaan membeli barang dengan tujuan untuk dijual kembali. Persediaan dalam perusahaan dagang disebut persediaan barang dagangan (merchandise inventory). Sedangkan dalam perusahaan industri (manufaktur), perusahaan memproduksi barang untuk dijual, baik kepada perusahaan dagang (distributor), pedagang eceran (retailer) atau langsung kepada masyarakat. Biasanya persediaan dalam perusahaan industri (manufaktur), terdiri dari:
a)      Persediaan Bahan baku (Raw Materials Inventory)
       Persediaan bahan baku adalah barang-barang yang dibeli untuk digunakan dalam proses produksi.
b)      Persediaan Barang Dalam Proses (Work in Process Inventory)
   Persediaan barang dalam proses terdiri dari bahan-bahan yang telah diproses namun masih membutuhkan pengerjaaan lebih lanjut sebelum dapat dijual.
c)      Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Inventory)
       Persediaan barang jadi adalah barang-barang yang sudah selesai diproduksi dan menunggu untuk dijual.

2.1.4     Pengukuran Persediaan
            Tujuan pengukuran persediaan adalah:
1.      Usaha untuk membandingkan biaya dengan pendapatan yang berkaitan dengannya dalam rangka menghitung laba menurut struktur akuntansi tradisional. Penekanan pada perhitungan laba yang didasarkan pada pelaporan pendapatan pada saat penjualan ini memerlukan adanya lokasi biaya atau basis lainnya terhadap periode penjualan barang.
2.      Menyajikan nilai barang adalah perusahaan. Nilai ini diasumsikan sebagai selisih bersih antara nilai perusahaan yang memiliki suatu aktiva tertentu dibandingkan dengan nilai perusahaan yang tidak memiliki barang tersebut.
3.      Menyajikan informasi mengenai persediaan yang akan membantu para investor serta pemakai lainnya untuk memperdiksi arus kas di masa mendatang.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam SAK paragaraf 05 menyatakan bahwa :
“Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value).
(2004;14.2)
Nilai realisasi bersih adalah taksiran haraga penjulan dalam kegitan usah normal dikurangi taksiran biaya penyelesaian dan taksiran biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penjualan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam SAK paragraf 06-07 menyatakan bahwa:
“Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya            konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam    kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present             location and    condition).

            “Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), dan biaya pengangkutan, penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat didistribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang (trade discount), rabat dan poin lain yang serupa dikurangkan dalam menetukan biaya pembelian.”
             (2004:14.2)

           
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam SAK paragraf 09 menyatakan bahwa:
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi dan biaya overhead produksi dan variabel yang dialokasikan secara sistematis yang terjadi dalam konversi bahan menjadi barang jadi.”
(2004:14.3)
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam SAK paragraf 12 menyatakan bahwa:
“Biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang       biaya   tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan        tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.”
(2004:14.4)
Dari penjelasan-penjelasan yang didapat dari SAK di atas, maka biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition).



2.1.5        Sistem Pencatatan Persediaan
            Ada dua sistem pencatatan persediaan yang dapat digunakan oleh perusahaan menurut Donald E Kieso dan Jerry  J Weygandt dalam bukunya “Intermediate Accounting” yaitu:
a)      “Sistem Persediaan Perpetual (Perpetual Inventory System)
b)     Sistem Persediaan periodik (Periodik Inventory System).”
(2001:405)
Adapun penjelasan sistem pencatatan persediaan di atas adalah sebagai berikut :
a)                  Sistem Persediaan Perpetual (Perpetual Inventory System)
Dalam sistem perpetual, perkiraan persediaan akan diperbaharui terus menerus, karena semua pembelian dan penjualan barang yang terjadi dicatat secara langsung ke perkiraan persediaan barang. Jadi jumlah fisik dan nilai persediaan dapat diketahui setiap saat. Selain itu, system perpetual juga menyediakan catatan tentang harga pokok penjualan (Cost of goods sold), yang muncul bila terjadi penjualan barang. Saldo perkiraan di akhir periode menunjukkan jumlah persediaan akhir.
b)                  Sistem Persediaan Periodik (Periodic Inventory System)
            Dalam sistem periodik, perkiraan persediaan tidak mengalami          perubahan. Saat terjadi pembelian barang, dicatat pada perkiraan             pembelian (purchases). Saldo yang ada pada persediaan hanyalah jumlah    persediaan pada awal periode. Pada akhir periode, total pembelian        ditambahkan dengan persediaan awal sehingga didapat jumlah barang tersedia untuk dijual (total cost of goods available for sale). Persediaan        akhir diketahui dengan cara perhitungan fisik, kemudian jumlah barang        yang tersedia untuk dijual kembali (total cost of goods available for sale)           ini dikurangkan dengan persediaan akhir sehingga didapat harga pokok      penjualan (COGS).
             Berikut ini adalah contoh jurnal pencatatan persediaan menurut sistem perpetual dan sistem periodik:
Tabel 2.1
General Journal
No
Description
Ref
Debit
Credit
1
Purchases Journal

Sistem Perpetual:
Inventory
     Cash/Account Payable

Sistem Periodik:
Purchases
     Cash/Account Payable




xxx



xxx




xxx



xxx
2
Sales Journal

Sistem Perpetual:
Account Receivable
COGS
     Sales
    Inventory

Sistem Periodik:
Account Receivable
     Sales




xxx
xxx




xxx





xxx
xxx



xxx
3
End of period entries journal
Sistem Perpetual:     
  No entry necessary

Sistem periodik:
Inventory (ending)
COGS
     Purchases
    Inventory (beginning)




xxx
xxx







xxx
xxx
2.1.6        Metode Penilaian Persediaan
            Jika barang-barang yang sama dibeli selama satu periode akuntansi dengan harga pokok yang berbeda-beda, maka timbul masalah mengenai harga pokok mana yang akan digunakan untuk menilai persediaan akhir dan harga pokok mana yang akan dipakai untuk barang-barang yang telah dijual.
Menurut  Stice,et.al dalam bukunya “Intermediate Akuntansi” menyatakan bahwa:
terdapat beberapa metode penilaian persediaan , yaitu:
1.      Metode Harga Pokok Rata-rata (Average Cost Method)
2.      Metode First-In, First-Out (FIFO Method)
3.      Metode Last-In, First-Out (LIFO Method)”.
(2004:682)
            Di mana pada ketiga metode ini akan menghasilkan penilaian persediaan akhir dan harga pokok yang berbeda-beda.

2.1.6.1  Metode Harga Pokok Rata-rata (Average Cost Method)
            Menurut metode ini, persediaan dinilai atas dasar harga pokok rata-rata yang berlaku dalam proses akuntansi yang bersangkutan. Metode ini tergantung pada sistem pencatatan persediaan yang digunakan. Jika sistem pencatatan persediannya periodik, digunakan metode Harga Pokok Rata-rata Tertimbang (Weighted Average Method), sedangkan jika sistem pencatatan persediaannya perpetual, maka digunakan metode Harga Pokok Rata-rata Bergerak (Moving Average Method).
            Metode Harga Pokok Rata-rata ini (Average Cost Method ) banyak digunakan, karena mudah untuk dilaksanakan, objektif dan tidak memberi peluang terjadinya manipulasi laba.
            Berikut ini adalah contoh transaksi persediaan yang di Call-Mart Inc. Selama sebulan. Diasumsikan persediaan Call-Mart Inc. sebanyak 6.000 unit pada akhir periode:
Tabel 2.2
Transaksi Selama Bulan Maret
Date                          Purchases               Sold or Issueed                          Balance
March 2      (2,000 @ $ 4.00)                                                                          2,000
March 15    (6,000 @ $ 4.40)                                                                          8,000
March 19                                                4,000 unit                                         4,000
March 30    (2,000 @ $ 4.75)                                                                          6,000
Sumber : Donald E Kieso And Jerry J Weygandt, “Intermediate Accounting”, (USA: John Wiley and Sons Inc, 2001), hal. 406.

1)      Weighted Average Method (Periodic Inventory)
Dengan metode ini, Harga Pokok Rata-rata dihitung dari jumlah unit dan harga pokok persediaan yang tersedia dijual. Berikut adalah contoh perhitungan persediaan Call-Mart Inc. menurut weighted average method- periodik inventory :




Tabel 2.3
Weighted Average Method-Periodic Inventory

Date of Invoice                   No.Units                Unit Cost                  Total Cost 
March 2                                   2,000                    $  4.00                       $     8,000
March 15                                 6,000                        4.40                            26,400
March 30                                 2,000                        4.75                              9,500






 
Total goods inventory           10,000                                                      $   43,900        
 

Weighted average cost per unit         $ 43,900    =$ 4.39
                                                              10,000

Inventory in units                                  6,000 units
Ending inventory                                   6,000 X $ 4.39 = $ 26,340
                                 
                                    Cost of goods available for sale          $ 43,900
Deduct: Ending inventory                   $ 26,340
Cost of goods sold                               $ 17,560
Sumber :  Donald E Kieso And Jerry J Weygandt, “Intermediate Accounting”, (USA: John Wiley and Sons Inc, 2001), hal. 407.




2)      Moving Average Method (Perpetual Method)
Dengan metode ini, Harga Pokok rata-rata per satuan dihitung setiap kali terjadi pembelian dengan harga berbeda dari harga pokok rata-rata sebelumnya. Berikut ini adalah contoh perhitungan persediaan Call-Mart Inc. menurut weighted average method-perpetual inventory :




Tabel 2.4
Moving Average Method-Perpetual Inventory
Date
Purchases
Sold or Issueed
Balance

Quantity
Price
Total
Quantity
Price
Total
Quantity
Price
Total
2-Mar
2,000
$4.00
$8,000



2,000
$4.00
$8,000
15-Mar
6,000
$4.40
$26,400



6,000
$4.40
$26,400







8,000
$4.30
$34,400
19-Mar



4,000
$4.30
$17,200
4,000
$4.30
$17,200
30-Mar
2,000
$4.75
$9,500



4,000
$4.30
$17,200







2,000
$4.75
$9,500







6,000
$4.45
$26,700
Sumber : Donald E Kieso And Jerry J Weygandt, “Intermediate Accounting”, (USA: John Wiley and Sons Inc, 2001), hal. 407.

Keterangan: Tanggal 15 Maret setelah membeli 6,000 unit seharga $ 26,400, maka jumlah persediaan yang ada menjadi 8,000 unit, dengan persediaan  = $ 34,400. Harga Pokok Rata-rata yang baru = $ 4.30 diperoleh dengan membagi $ 34,400 (nilai persediaan) dengan 8,000 unit (jumlah persediaan).

2.1.6.2  Metode First-In, First-Out (FIFO Method)
            Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang-barang yang pertama kali dibeli atau diproduksi akan dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah barang-barang yang dibeli atau diproduksi terakhir.
            Metode FIFO banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan, karena:
1.      Perhitungan dan pelaksanaan sederhana.
2.      Nilai persediaan akhir pada neraca sesuai dengan harga yang berlaku sekarang.
3.      Dapat menghindari kerusakan dan keusangan persediaan.
            Tetapi, metode FIFO juga mempunyai kelemahan. Kelemahan ini terlihat jika terjadi inflasi. Dengan adanya inflasi maka harga barang-barang cenderung meningkat sepanjang waktu, karena biaya yang dibebankan pada harga pokok barang tersebut merupakan biaya dari barang yang dibeli pertama kali sehingga Cost of goods sold-nya terlalu rendah (understated), maka laba yang dilaporkan terlalu tinggi (overstated). Akibatnya pajak yang harus dibayar oleh perusahaan menjadi tinggi.
            Beberapa perusahaan menyukai metode FIFO untuk tujuan pelaporan keuangan (Financial Reporting Purpose), sebab tujuan mereka adalah melaporkan laba setinggi mungkin.
Berikut ini adalah contoh perhitungan persediaan menurut metode FIFO:
a)       Diasumsikan bahwa Call-Mart Inc. menggunakan sistem periodik
Tabel 2.5
FIFO Method- Periodic Inventory
Date                                     No.Units                Unit Cost                  Total Cost 
March 30                                 2,000                    $  4.75                       $     9,500
March 15                                 4,000                        4.40                            17,600


 
Ending invntory                       6,000                                                      $   27,100        
 
 

                                 
                                    Cost of goods available for sale          $ 43,900
Deduct: Ending inventory                   $ 27,100
Cost of goods sold                               $ 16,800
Sumber : Donald E Kieso And Jerry J Weygandt, “Intermediate Accounting”, (USA: John Wiley and Sons Inc, 2001), hal. 408.

b)      Disumsikan bahw Call-Mart Inc. menggunakan sistem perpetual
      Jika menggunakan sistem perpetual, maka setiap kali barang dibeli atau       dijual harus segera ditentukan dan dicatat.

Tabel 2.6
FIFO Method-Perpetual Inventory
Date
Purchases
Sold or Issueed
Balance

Quantity
Price
Total
Quantity
Price
Total
Quantity
Price
Total
2-Mar
2,000
$4.00
$8,000



2,000
$4.00
$8,000







2,000
$4.00
$8,000
15-Mar
6,000
$4.40
$26,400



6,000
$4.40
$26,400







8,000

$42,400
19-Mar



2,000
$4.00
$8,000







2,000
$4.40
$8,800







4,000

$16,800
4,000
$4.40
$17,600
30-Mar
2,000
$4.75
$9,500



4,000
$4.40
$17,600







2,000
$4.75
$9,500







6,000

$27,100
Sumber : Donald E Kieso And Jerry J Weygandt, “Intermediate Accounting”, (USA: John Wiley and Sons Inc, 2001), hal. 408.

Dari tabel di atas, maka dapat diketahui:
Ending Inventory                     $ 27,100
Cost of goods sold                   $ 16,800 [ (2,000 @ $ 4.00) + (2,000 @ $ 4.40)]
            Jika menggunakan metode FIFO, walaupun sistem pencatatannya berbeda (periodik atau perpetual), nilai ending inventory dan cost of goods sold pada akhir periode akan sama besar jumlahnya.

2.1.6.3  Metod Last-In, First-Out (LIFO Method)
            Metode LIFO mengasumsikan bahwa barang-barang yang terakhir dibeli atau diproduksi akan dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah barang-barang yang dibeli atau diproduksi pertama kali.
Metode LIFO ini mempunyai kelemahan yaitu :
1.      Memperkecil laba.
      Penerapan harga terbaru terhadap pendapatan berjalan akan menghasilakn penurunan laba pada periode inflasi. Akibatnya bila pemakai laporan    keuangan tidak paham bahwa laba yang rendah itu disebabkan penggunaan           LIFO, maka harga pasar saham perusahaan akan memburuk.
2.      Saldo persediaan yang tidak realistis pada neraca.
            Alokasi biaya persediaan akan dilaporkan lebih rendah. Jika terjadi inflasi, nilai persediaan akan dilaporkan lebih rendah dari harga pasar atau nilai           ganti periode berjalan.
3.      Asumsi arus biaya yang tidak realistis.
      Pembebanan harga pokok berdasarkan LIFO tidak dapat dijadikan alat untuk memperkirakan arus fisik barang dalam perusahaan. Jarang ditemukan dalam praktek penggunaan atau transfer barang yang benar-benar sesuai dengan arus LIFO.
Manfaat utama LIFO adalah:
1.      Manfaat pajak
      Pengguna LIFO dapat memberikan penangguhan sementara atas permanen             atas pajak penghasilan sehingga memungkinkan penghematan kas          sepanjang tingkat harga terus meningkat dan kuantitas persediaan tidak    menurun. Dengan penghematan kas perusahaan dapat melunasi pinjaman,   menurunkan biaya bunga atau berinventasi guna memperoleh pendapatan.
2.      Pengukuran laba yang lebih baik karena LIFO mengalokasikan gambaran laba yang cenderung hanya melaporkan laba operasi dan menangguhkan pengakuan keuntungan pemilikan persediaan sampai harga atau kuantitas menurun. Laba inflasi yang menyesatkan cenderung tidak tampak sebagai bagian laba bersih bila metode LIFO digunakan.
Berikut ini adalah contoh perhitungn prsediaan menurut metode LIFO:
a)      Diasumsikan bahw Call-Mart Inc. menggunakan sistem periodik
Tabel 2.7
LIFO Method-Periodic Inventory
Date                                     No.Units                Unit Cost                  Total Cost 
March 2                                   2,000                    $  4.00                    $        8,000
March 15                                 4,000                        4.40                            17,600

Ending invntory                       6,000                                                      $   25,600        
 

                                 
                                    Cost of goods available for sale          $ 43,900
Deduct: Ending inventory                   $ 26,300
Cost of goods sold                               $ 17,600
Sumber : Donald E Kieso And Jerry J Weygandt, “Intermediate Accounting”, (USA: John Wiley and Sons Inc, 2001), hal. 409.


b)      Diasumsikan bahw Call-Mart Inc. menggunakan sistem perpetual.
Jika menggunakan sistem perpetual setiap kali barang dijual atau dikeluarkan harus segera ditentukan dan dicatat.

Tabel 2.8
LIFO Method-Perpetual Inventory
Date
Purchases
Sold or Issueed
Balance

Quantity
Price
Total
Quantity
Price
Total
Quantity
Price
Total
2-Mar
        2,000
$4.00
$8,000



     2,000
$4.00
$8,000







     2,000
$4.00
$8,000
15-Mar
        6,000
$4.40
$26,400



     6,000
$4.40
$26,400







     8,000
$4.40
$42,400
19-Mar



     4,000
$4.40
$17,600
     2,000
$4.00
$8,000







     2,000
$4.40
$8,800







     4,000

$16,800
30-Mar
        2,000
$4.75
$9,500



     2,000
$4.00
$8,000







     2,000
$4.40
$8,800







     2,000
$4.75
$9,500







     6,000

$26,300
Sumber : Donald E Kieso And Jerry J Weygandt, “Intermediate Accounting”, (USA: John Wiley and Sons Inc, 2001), hal. 409.


2.1.7        Perbandingan Dari Semua Metode Penilaian Persediaan
            Menurut  Stice,et.al dalam bukunya “Intermediate Akuntansi” yang diterjemahkan oleh Safrida Rumondang dan Ahmad Maulana bahwa jumlah harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir merupakan perbandingan dari semua metode yang digunakan adalah :
a)      “Perbandingan konsep
b)     Perbandingan yang mempengaruhi laporan keuangan”
(2004:684)
Adapun penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
a)      Perbandingan konsep
      Dari titik pandang konsep, LIFO memberikan gambaran yang lebih baik     untuk harga pokok barang yang dijual dalam laporan laba rugi dari pada   FIFO, karena barang-barang yang baru (terakhir) dengan biaya yang baru           dibebankan ke penjualan karenanya harga pokok barang yang dijual secara             LIFO dipadukan pendapatan kini dengan biaya kini. Harga Pokok Rata-   rata ada di antara LIFO dan FIFO akan tetapi pada neraca FIFO          memberikan pengukuran yang lebih baik dari nilai persediaan karena           dengan pembebanan FIFO, unit yang “pertama” dijual dan unit yang sisa          yang masih baru dengan harga yang terkini. Kesimpulan LIFO             memberikan konsep pengikutan yang baik untuk pendapatan, tetapi FIFO       memberikan konsep pengukuran lebih baik untuk nilai persediaan pada       neraca.
b)      Perbandingan yang mempengaruhi laporan keuangan
            Pada waktu harga persediaan naik, harga pokok barang dijual lebih tinggi   dengan LIFO, dan lebih rendah dengan FIFO. Sebagai hasil margin kotor,     laba dan persediaan lebih rendah dengan LIFO dan lebih tinggi dengan             FIFO. Perusahaan akan menggunakan LIFO (selama Inflasi) karena            pengaruh angka-angka dalam laporan keuangan yang tidak baik. Daya        tarik LIFO dapat dijelaskan dengan satu kata “pajak”, jika suatu             perusahaan menggunakan LIFO pada saat harga naik, harga pokok barang yang dijual dilaporkan lebih tinggi, pendapatan yang kena pajak   dilaporkan rendah sehingga harga yang dibayar untuk pajak pendapatan     rendah.

2.1.8        Perubahan Metode Penilaian Persediaan
            Metode penilaian persediaan apapun yang dipilih oleh perusahaan, harga digunakan secara konsisten dari satu periode akuntansi ke periode akuntansi berikutnya. Jika suatu perusahaan menggunakan metode FIFO dalam satu tahun pertama, lalu pada tahun berikutnya menggunakan LIFO, maka hal itu akan dapat menyebabkan dari dua tahun tersebut sulit untuk dibandingkan.
            Walaupun penggunaan yang konsisten lebih disukai, tidak berarti suatu perusahaan tidak boleh mengubah metode penilaian persediaannya. Jika suatu perusahaan ingin mengubah metode penilaian persediaannya, maka alasan perubahan dan dampak dari satu perubahan tersebut pada laba (net income), harus diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan.

2.2              Laba
            Setiap perusahaan pada umumnya mempunyai tujuan untuk mendapatkan laba yang optimal, karena dengan adanya laba maka manajemen dapat memprediksi, apakah perusahaan tersebut akan terus berjalan atau justru harus berhenti.

2.2.1    Pengertian Laba
            Laba merupakan selisih lebih pendapatan dikurangi beban-beban yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Laba biasanya dinyatakan dalam satuan uang. Keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat pada tingkat laba yang diperoleh perusahaan itu sendiri karena tujuan utama perusahaan pada umumnya adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan laba merupakan fakta yang menentukan bagi kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri.
            Mengenai pengertian laba itu sendiri, banyak orang memberikan pendapat yang berbeda, untuk lebih jelasnya penulis mengutip beberapa pengertian laba menurut para ahli ekonomi:
Pengertian laba menurut Soemarso, SR dalam bukunya “Akuntansi Suatu Pengantar” adalah sebagai berikut:
            “Laba adalah selisih lebih pendapatan atas beban sehubungan dengan             kegiatan usaha.”
(2005:230)
Sedangkan pengertian laba menurut Theodorus M.Tuanakotta dlam bukunya “Teori Akuntansi” adalah sebagai berikut:
            Gain (laba) merupakan favorable (asset yang terima) yang tidak         langsung berhubungan dengan kegiatan usha yang normal.”
(2002:176)
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menyatakan bahwa:
            “Definisi penghasilan (income) meliputi baik pendaptan (revenue)         maupun keuntungan (gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan      aktivitas perusahaan yang biasa dikenal dengan sebutan yang             berbeda sepeti penjualan, penghasilan jasa, bunga, royalty dan sewa.   Keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi defenisi      penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam             pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan        mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian        pada hakekatnya tidak berbeda dengan pendapatan.”
 (2004:23.1)
            Dari beberapa pengertian laba di atas dapat disimpulkan bahwa laba merupakan suatu kelebihan pendapatan yang layak diterima oleh perusahaan, karena perusahaan yang bersangkutan telah melakukan pengorbanan untuk pihak lain. Faktor utama dalam menentukan besar kecilnya laba adalah pendapatan dan beban. Besar kecilnya laba merupakan indikator dalam berhasil atau tidaknya manajemen dalam mengelola manajemen perusahaan.

2.2.2        Jenis-jenis laba
            Laba yang merupakan tujuan dari perusahaan mempunyai beberapa jenis seperti yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Theodorus M. Tuanakotta dalam bukunya “Teori Akuntansi” mengemukakan jenis-jenis laba dalam hubungannya dengan perhitungan laba, yaitu:
1.            “Laba kotor
2.            Laba dari operasi
3.            Laba bersih operasi.”
      (2002:157)
            Adapun penjelasan jenis-jenis laba di atas adalah sebagi berikut:
1.      Laba kotor
      Laba kotor adalah perbedaan antara pendapaan bersih dan penjualan     dengan harga pokok penjualan.
2.      Laba dari operasi
      Laba dari operasi adalah selisih antara laba kotor dengan total beban     operasi.



3.      Laba bersih operasi
                  Laba bersih adalah angka terakhir dalam perhitungan laba rugi di mana             untuk mencerminkan laba operasi ditambah pendapatan lain-lain            dikurangi beban lain-lain.
                  Pembagian laba ini dilakukan untuk mempermudah perusahaan dalm menganalisa keadaan keuangan perusahaan yang berkaitan dengan dana yang telah didapatkan serta dana yang telah dikeluarkan.

2.2.3        Pengklasifikasian Laba
Dalam menyajikan laporan keuangan akan terlihat pengklasifikasian dalam penetapan pengukuran laba. Menurut  Zaki Baridwan dalam bukunya ”Intermediate Accounting” menyatakan bahwa pengklasifikasian laba adalah sebagai berikut:
1.      ”Laba kotor atas penjualan,
2.      Laba bersih operasi perusahaan.
3.      Laba bersih sebelum potongan pajak (EBIT
4.      Laba bersih sesudah potongan pajak (EAT)”.
 (2000:34)
Adapun penjelasan pengklasifikasian di atas adalah sebagai berikut:
1.      ”Laba kotor atas penjualan, merupakan selisih dari penjualan bersih dan harga pokok penjualan, laba ini dinamakan laba kotor hasil penjualan bersih belum dikurangi dengan beban operasi lainnya untuk periode tertentu.
2.      Laba bersih operasi perusahaan yaitu laba kotor dikurangi dengan sejumlah biaya penjualan, biaya administrasi dan umum.
3.      Laba bersih sebelum potongan pajak (EBIT), merupakan pendapatan perusahaan secara keseluruhan sebelum potongan pajak perseroan, yaitu perolehan apabila laba operasi dikurangi atau ditambah dengan selisih pendapatan dan biaya lain-lain.
4.      Laba bersih sesudah potongan pajak (EAT), yaitu laba bersih setelah pajak yaitu laba bersih setelah ditambah atau dikurangi dengan pendapatan dan biaya non operasi dan dikurangi dengan pajak perseroan.”

2.2.4        Pengukuran Laba
            Menurut  Stice,et.al dalam bukunya “Intermediate Akuntansi” yang diterjemahkan oleh Safrida Rumondang dan Ahmad Maulana bahwa:
“Pengakuan, pengukuran dan pelaporan (penyajian) laba usaha dan komponennya dipandang banyak orang sebagai tugas akuntan yang paling penting”.
(2004:228)
 Oleh karena itu alasan pengukuran laba adalah:
1.      Laba merupakan dasar perhitungan pajak dan pendistribusian kembali kekayaan kepada masing-masing individu.
2.       Laba dipandang sebagai suatu pedoman dalam menentukan kebijaksanaan perusahaan mengenai pembagian deviden dan program perluasan dan ekspansi.
3.      Laba dipandang sebagai suatu pedoman untuk berinventasi dan dalam pengambilan keputusan.
4.      Laba dipergunakan sebagai alat prediksi laba masa yang akan datang.
5.      laba merupakan alat pengukur efisiensi menajemen dalam mengelola perusahaan.
6.       
2.2.5        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laba
Faktor-faktor yang mempengaruhi laba menurut Mulyadi dalam bukunya ”Akuntansi Manajemen” adalah sebagai berikut:
1.      ”Biaya
2.      Harga jual
3.      Volume penjualan dan produksi”.
(2001:153)
Adapun penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
1.      Biaya
Biaya timbul dari perolehan dari atau mengolah suatu produk atau jasa akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan.
2.      Harga jual
Harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau jasa yang bersangkutan.
3.      Volume penjualan dan produksi
Besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produksi produk atau jasa selanjutnya volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi.
2.2.6        Peranan Laba dalam Perusahaan
            Tujuan utama suatu perusahan pada umumnya adalah untuk mencari laba, walaupun tidak semua bertujuan memaksimalkan laba yang dihasilkan. Namun dengan laba, perusahaan dapat bertahan hidup. Menurut M. Nafarin dalam bukunya “Penganggaran Perusahaan” mengemukakan bahwa terdapat beberapa peranan laba dalam perusahaan yaitu:
1.      “Laba adalah ukuran efisiensi usaha setiap perusahaan, sekaligus merupakan salah satu kekuatan pokok agar perusahaan dapat bertahan untuk jangka pendek dan jangka panjang.
2.      Laba adalah balas jasa atas dana yang ditanam perusahaan.
3.      Laba merupakan salah satu sumber dana perluasan usaha.
4.      Laba merupakan daya tarik bagi pihak ketiga yang ingin menanamkan dananya.
5.      Laba merupakan sumber dana jaminan sosial para karyawan.”

(2000:231)
Selain peranan laba di atas, laba juga dapat dijadikan indikator keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaan yang berarti juga menyatakan besarnya deviden yang akan diterima oleh para pemegang saham.

2.2.7    Bentuk laporan Laba rugi
Bentuk laporan Laba rugi yang digunakan  menurut Zaki Baridwan  Dalam bukunya “Intermediate Accounting”adalah sebagai berikut:
1.                  Bentuk Single Step, yaitu untuk menggabungkan semua penghasilan menjadi satu kelompok dan semua biaya dalam satu kelompok. Sehingga untuk menghitung laba rugi bersih hanya memerlukan satu langkah yaitu mengurangkan total biaya terhadap total penghasilan.
Contoh bentuk laporan laba rugi Single Step:
PT X
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 200x
Hasil penjualan bersih                                                                                     xxx                                                                         
Penghasilan lain-lain                                                                                       xxx
Pos luar biasa – utang dihapuskan                                                                  xxx
            Total                                                                                                    xxx
Dikurangi:
            Harga pokok penjualan                                   xxx
            Biaya penjualan                                               xxx
            Biaya administrasi dan umum                         xxx
            Biaya lain-lain                                                 xxx
            Pajak penghasilan                                            xxx
                                                                                                                        xxx
            Penghasilan Bersih                                                                              xxx
Gambar 2.1

2.                    Bentuk Multiple Step, dalam bentuk ini dilakukan pengelompokan yang lebih teliti sesuai dengan prinsip yang digunakan secara umum.







Contoh Bentuk lapoaran laba rugi Multiple Step:
PT X
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 200x
Hasil penjualan                                                                                                xxx
            Penjualan retur                                                            xxx
            Potongan penjualan                                                     xxx
                                                                                                                        xxx
            Hasil penjualan bersih                                                                         xxx
Harga pokok penjualan:
            Persediaan barang dagangan awal                              xxx
            Pembelian bersih                                                         xxx
Tersedia untuk dijual                                                              xxx
            Persediaan barang dagangan akhir                              xxx
 

Harga pokok penjualan                                                                                   xxx
Laba bruto                                                                                                       xxx
Biaya Usaha:
            Biaya penjualan                                                           xxx
            Biaya administrasi dan umum                                     xxx
            Total Biaya Usaha                                                                               xxx
Laba usaha bersih                                                                                            xxx
Penghasilan dan biaya lain-lain:
            Penghasilan lain-lain                                                   xxx
            Biaya lain-lain                                                             xxx
            Total penghasilan dan biaya lain-lain                                                  xxx
Penghasilan bersih sebelum pajak                                                                   xxx
            Pajak penghasilan                                                                                xxx
Penghasilan bersih setelah pajak                                                                     xxx

Gambar 2.2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar